Label

Pasti (10)

Total Tayangan Halaman

Senin, 10 Desember 2012

Nenek Moyang Indonesia Expor cengkeh kayu manis dan kapur barus ke Fir'aun

Moyang Indonesia Ekspor Cengkeh, Kayu
Manis dan Kapur Barus ke Fir'aun
Nama "Indonesia" sendiri, yang berarti,
"Pulau-pulau India" diberikan kepada
kepulauan itu oleh seorang etnolog
Jerman, dan telah dipakai sejak 1884.
Awalnya, Indonesia adalah nama geografis
untuk menyebut semua pulau antara
Australia dan Asia, termasuk Filipina.
Gerakan nasionalis Indonesia
mengambilnya dan membuatnya menjadi
nama resmi untuk republik mereka pada
1945 dan 1949.
Nusantara atau Indonesia merupakan
sebuah bangsa besar dan pernah
memimpin peradaban dunia. Bangsa ini
pernah menjadi pemimpin bagi dunia
dagang dunia, di mana para pedagang
Cina misalnya sangat tergantung pada
pelaut-pelaut Nusantara.
Diawali oleh adanya sebuah catatan
hieroglyphic Mesir sekitar 3.600 tahun
yang lalu. Fir'aun Mesir saat itu membuka
hubungan diplomasi khusus dengan
kerajaan Punt di selatan. Disebutkan
bahwa kerajaan Mesir saat itu tengah
melakukan misi dagang penting dengan
kerajaan Punt dengan komoditi rempah-
rempah dalam jumlah yang besar. Terlebih
diketahui kemudian, Ratu Hatshepsut dari
dinasti ke-18, telah melakukan misi
dagang rempah-rempah ini. Kelak di
kemudian hari, melalui transit di Mesir
inilah kemudian rempah-rempah moyang
bangsa Indonesia dikenal dan menyebar di
imperium Yunani dan Romawi sekaligus
daratan Eropa.
Sebuah literatur klasik Yunani berjudul
Periplous tes Erythras Thalasses (70 M),
yang terbit sebelum Rasululah saw. lahir,
telah menulis suatu daerah bernama
Chryse, sebuah nama Yunani untuk "Pulau
Emas" atau dalam bahasa sanskrit
bernama "Swarna Dwipa" (Suvarnadvipa).
Ini adalah nama lain bagi Pulau Sumatera.
Sebuah peta kuno yang dibuat oleh
Claudius Ptolomeus, salah seorang
Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat
di Alexandria Mesir, pada abad ke-2
Masehi, juga telah menyebut istilah
Chrysae Chersonesos yang mengacu pada
wilayah pesisir barat Sumatera (atau
sekitar Sumatera Utara) dan menyebutkan
pula di wilayah tersebut terdapat sebuah
bandar niaga bernama
Barousai (Barus)
yang dikenal menghasilkan wewangian
dari Kapur Barus.
Bahkan dikisahkan pula bahwa Kapur
Barus yang diolah dari kayu kamfer dari
kota itu telah dibawa ke Mesir untuk
dipergunakan bagi pembalseman mayat
pada zaman kekuasaan Firaun sejak
Ramses II atau sekitar 5. 000 tahun
sebelum masehi.
Berdasakan buku Nuchbatuddar karya ad-
Dimasqi, Barus juga dikenal sebagai
daerah awal masuknya agama Islam di
Nusantara sekitar abad ke-7 Masehi.
Sebuah makam kuno di kompleks
pemakaman Mahligai, Barus, di batu
nisannya tertulis
Syaikh Rukunuddin wafat
tahun 672 Masehi. Ini memperkuat dugaan
bahwa komunitas Muslim di Barus sudah
ada pada era itu.
Sebuah tim arkeolog yang berasal dari
Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO)
Perancis yang bekerja sama dengan
peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional (PPAN) di Lobu Tua, Barus, telah
menemukan bahwa pada sekitar abad
9-12 Masehi, Barus telah menjadi sebuah
perkampungan multi-etnis dari berbagai
suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, Cina,
Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis,
Bengkulu, dan sebagainya. Tim tersebut
menemukan banyak benda-benda
berkualitas tinggi yang usianya sudah
ratusan tahun dan ini menandakan dahulu
kala kehidupan di Barus itu sangatlah
makmur.
CLOVE ROUTE
Pada 11 April 2002, Robert Dick-Read,
peneliti sejarah purba dari London,
mendapat informasi dari Prof. Giorgio
Buccellati, seorang arkeolog senior dari
University of California-Los Angeles (UCLA)
yang sejak tahun 1976 aktif memimpin
satu tim ekspedisi arkeolog mengekplorasi
wilayah sekitar Mesir.
Buccellati mengatakan bahwa ia kaget
sekaligus kagum dengan sebuah
temuannya:
"Saya menemukan sebuah porselen
cekung yang diselimuti tanah
bercampur pasir agak tebal. Setelah
dibersihkan, ada fosil sisa-sisa
tumbuhan mirip Cengkeh di atasnya.
Saya yakin itu Cengkeh! Namun saya
harus mengkonfirmasi temuan ini
pada kolega saya, Dr. Kathleen
Galvin, seorang ahli paleobotani
(botani purba) yang pasti mengenal
tumbuhan ini dengan baik".
Buccellati saat itu tengah melakukan
penggalian di atas tanah bekas rumah
seorang pedagang yang berasal dari masa
1.700 SM di Terqa, Eufrat Tengah. Galvin
segera datang. Setengah tak percaya,
Galvin memastikan bahwa itu memang
fosil tumbuhan Cengkeh!
Kedua pakar tersebut kaget dengan
temuannya. Sebagai pakar, mereka
mengetahui jika Cengkeh hanya bisa hidup
di satu tempat di muka bumi, yakni di
Kepulauan Maluku, Indonesia. Inilah yang
kemudian muncul termin
Clove Route atau
jalur perniagaan rempah-rempah Cengkeh
bangsa Indonesia hingga sampai ke
Fir'aun Mesir.
Temuan Buccellati ini memunculkan
dugaan baru yang sangat ilmiah yaitu di
masa sebelum masehi, para pedagang
sekitar Maluku telah sampai di daratan
Mesir.
Sebuah penemuan arkeologi lain
memperkuat dugaan ini, seorang arkeolog
berkebangsaan Inggris menemukan sisa-
sisa biri-biri atau kambing di situs bekas
pemukiman pada masa yang kurang lebih
sama (1.500 SM) di pulau Timor yang
berjarak beberapa ratus mil di sebelah
selatan Kepulauan Maluku.
Kedua temuan tsitus bekas
pemukiman pada masa yang kurang lebih
sama (1.500 SM) di pulau Timor yang
berjarak beberapa ratus mil di sebelah
selatan Kepulauan Maluku.
Kedua temuan tersebut membuktikan
kepada kita jika di masa sebelum masehi,
di zaman para nabi-nabi, pelaut-pelaut
Nusantara telah melanglang buana
menyeberangi samudera dan menjalin
hubungan dengan warga dunia lainnya.
Bahkan Dick-Read meyakini jika sistem
pelayaran, termasuk perahu-perahu, dari
para pelaut Nusantaralah yang menjadi
acuan bagi sistem dan bentuk perahu
banyak negeri-negeri lain di dunia.
Keyakinan ini diamini oleh sejumlah
arkeolog dan sejarawan senior seperti Dr.
Roland Oliver.
CINNAMON ROUTE
Berbeda dengan Clove Route yang menyisir
mulai Malaka, India hingga tiba di pesisir
semenanjung Arab, para arkeolog dunia
juga telah menemukan jejak-jejak
perdagangan maritim bangsa Indonesia,
khususnya kerajaan Sriwijaya dengan
bangsa-bangsa di Afrika. Jalur ini
kemudian dinamakan
Cinnamon Route
dinisbatkan atas temuan fosil-fosil
rempah-rempah Kayu Manis di pulau
Madagaskar dan tiga kota pesisir timur
Afrika seperti: Rhapta (sekitar Tanzania-
Mozambique), Adulis (wilayah Eritrea), dan
Berenike Troglodytica (wilayah Mesir-
Sudan).
Kayu Manis sebagai salah satu komoditi
rempah-rempah dominan ditemukan di
wilayah Indonesia. Dengan adanya
Cinnamon Route ini lebih
mengindikasikanlagi bahwa pelaut-pelaut
moyang Indonesia adalah pebisnis lintas
maritim bahkan lintas samudra.
SUMBER:
"The Spice Routes" -
asiapacificuniverse.com
"Eramuslim digest, edisi 9" -
www.eramuslim.com

makasih atas kunjungan kawan-kawan di blog sederhana ini,semoga bermanfaat bagi kita semua...

Tidak ada komentar: